Thursday, September 3, 2020

BENARKAH IMAM ABU HASAN AL-ASY’ARI MELALUI TIGA FASE PEMIKIRAN ?

 


Untuk menjawab pertanyaan ini, kita
harus mengamati dan mengkaji sejarah kehidupan al-Imam Abu al-Hassan
al-Asy`ari yang ditulis oleh para alim ulama’. Al-Imam Abu al-Hassan
al-Asy`ari merupakan salah seorang tokoh kaum Muslimin yang sangat
masyhur dan mempunyai fakta yang jelas. Beliau bukan tokoh
kontroversial dan bukan tokoh yang misteri yaitu perjalanan hidupnya
tidak diketahui orang, lebih-lebih lagi berkaitan dengan hal yang amat
penting seperti yang kita bicarakan ini. Seandainya kehidupan al-Imam
Abu al-Hassan al-Asy`ari seperti kenyataan dalam artikel yang direkayasa
oleh Wahhabi/Salafi Palsu itu, menyatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan
al-Asy`ari melalui tiga fase perkembangan pemikiran, maka sudah tentu
para sejarawan akan menyatakannya dan menjelaskannya di dalam buku-buku
sejarah. Maklumat mengenai ini juga sudah pasti akan masyhur dan
tersebar luas sebagaimana fakta sejarah hanya menyatakan bahwa al-Imam
Abu al-Hassan al-Asy`ari hanya bertaubat dan meninggalkan faham
Muktazilah saja.


Semua sejarawan yang menulis biografi
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari hanya menyatakan kisah naiknya al-Imam
Abu al-Hassan al-Asy`ari ke atas mimbar di masjid Jami` Kota Basrah
dan berpidato dengan menyatakan bahwa beliau telah keluar dari faham
Muktazilah. Di sini kita bertanya, adakah sejarawan yang menyatakan
kisah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar dari faham pemikiran
Abdullah bin Sa`id bin Kullab? Sudah tentu jawabannya, tidak ada.


Apabila kita menelaah atau meneliti
buku-buku sejarah, kita tidak akan mendapatkan fakta atau maklumat yang
mengatakan al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari bertaubat dari ajaran Ibn
Kullab baik secara jelas maupun samar. Oleh karena itu, maklumat atau
fakta yang kita dapati adalah kesepakatan para sejarawan bahwa setelah
al-Imam Abu Hassan al-Asy`ari bertaubat daripada faham Muktazilah,
beliau kembali kepada ajaran Salaf al-Salih seperti kitab al-Ibanah dan
lain-lain yang ditulisnya dalam rangka membela mazhab Ahl al-Sunnah Wa
al-Jama`ah.


Al-Imam Abu Bakr bin Furak berkata:


“Syaikh Abu al-Hassan Ali bin Ismail
al-Asy`ari radiyallahu`anhu berpindah daripada mazhab Muktazilah kepada
mazhab Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan membelanya dengan hujjah-hujjah
rasional dan menulis karangan-karangan dalam hal tersebut…” (Tabyin
Kidzb al-Muftari, al-Hafiz Ibn Asakir(1347H) tahqiq Muhammad Zahid
al-Kautsari, Maktabah al-Azhariyyah li at-Turats, cet.1, 1420H, hal
104)


Sejarawan terkemuka, al-Imam Syamsuddin
Ibn Khallikan berkata: “Abu al-Hassan al-Asy`ari adalah perintis
pokok-pokok akidah dan berupaya membela mazhab Ahl al-Sunnah. Pada
mulanya Abu al-Hassan adalah seorang Muktazilah, kemudian beliau
bertaubat dari pandangan tentang keadilan Tuhan dan kemakhlukan al-Quran
di masjid Jami` Kota Basrah pada hari Jum’at”. (Wafayat al-A’yan,
al-Imam Ibn Khallikan, Dar Shadir, Beirut, ed. Ihsan Abbas, juz 3, hal.
284)


Sejarawan al-Hafiz al-Dzahabi berkata:
“Kami mendapat informasi bahawa Abu al-Hassan al-Asy`ari bertaubat dari
faham Muktazilah dan naik ke mimbar di Masjid Jami’ Kota Basrah dengan
berkata, “Dulu aku berpendapat bahwa al-Quran itu makhluk dan Sekarang
aku bertaubat dan bertujuan membantah terhadap faham Muktazilah”.
(Siyar A`lam al-Nubala, al-Hafidz al-Dzahabi, Muassasah al-Risalah,
Beirut, ed. Syuaib al-Arnauth, 1994, hal. 89)


Sejarawan terkemuka, Ibn Khaldun
berkata: “Hingga akhirnya tampil Syaikh Abu al-Hassan al-Asy`ari dan
berdebat dengan sebagian tokoh Muktazilah tentang masalah-masalah
shalah dan aslah, lalu dia membantah metodologi mereka (Muktazilah) dan
mengikut pendapat Abdullah bin Said bin Kullab, Abu al-Abbas
al-Qalanisi dan al-Harits al-Muhasibi dari kalangan pengikut Salaf dan
Ahl al-Sunnah”. (Ibn Khaldum(2001), al-Muqaddimah, Dar al-Fikr, Beirut,
 ed. Khalil Syahadah, hal. 853)


Fakta yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun
tersebut menyimpulkan bahwa setelah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari
keluar daripada faham Muktazilah, beliau mengikuti mazhab Abdullah bin
Sa`id bin Kullab, al-Qalanisi dan al-Muhasibi yang merupakan pengikut
ulama’ Salaf  dan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah.


Demikian juga, fakta sejarah yang
dinyatakan di dalam buku-buku sejarah yang menulis biografi al-Imam Abu
al-Hassan al-Asy`ari seperti Tarikh Baghdad karya al-Hafiz al-Khatib
al-Baghdadi, Tabaqat al-Syafi`iyyah al-Kubra karya al-Subki, Syadzarat
al-Dzahab karya Ibn al-Imad al-Hanbali, al-Kamil fi al-Tarikh karya Ibn
al-Atsir, Tabyin Kizb al-Muftari karya al-Hafiz Ibn Asakir, Tartib
al-Madarik karya al-Hafiz al-Qadhi Iyadh, Tabaqat al-Syafi`iyyah karya
al-Asnawi, al-Dibaj al-Muadzahhab karya Ibn Farhun, Mir`at al-Janan
karya al-Yafi`i dan lain-lain, semuanya sepakat bahwa setelah al-Imam
Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar dari faham Muktazilah, beliau kembali
kepada mazhab  Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang mengikuti metodologi
Salaf.


Disamping itu, seandainya al-Imam Abu
Hassan al-Asy`ari ini melalui tiga tahap aliran pemikiran, maka sudah
tentu hal tersebut akan diketahui dan dikutip oleh murid-murid dan para
pengikutnya karena mereka semua adalah orang yang paling dekat dengan
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dan orang yang melakukan kajian
tentang pemikiran dan sejarah perjalanan hidupnya. Oleh itu sudah
semestinya mereka akan lebih mengetahui daripada orang lain yang bukan
pengikutnya, lebih-lebih lagi melibatkan tokoh besar yaitu al-Imam Abu
al-Hassan al-Asy`ari yang pasti menjadi buah mulut pelajar dan para
alim ulama’. Oleh itu jelaslah, bahwa ternyata setelah kita merujuk
pada kenyataan murid-murid dan para pengikut al-Imam Abu al-Hassan
al-Asy`ari, kita tidak akan menemui fakta sejarah yang menyatakan bahwa
al-Imam Abu al-Hassan telah melalui tiga fase pemikiran yang di dakwa
oleh golongan Wahabi/Salafi Palsu.


Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dan para
pengikutnya bersepakat bahawa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah
meninggalkan faham Muktazilah dan beliau berpindah kepada Ahl al-Sunnah
Wa al-Jama`ah seperti yang diikuti oleh al-Harits al-Muhasibi, Ibn
Kullab, al-Qalanisi, al-Karabisi dan lain-lain.


Apabila kita mengkaji karya-karya para
alim ulama’ yang mengikut dan pendukung mazhab al-Asy`ari seperti
karya-karya yang dikarang oleh al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani,
al-Syaikh Abu Bakr bin Furak, Abu Bakr al-Qaffal al-Syasyi, Abu Ishaq
al-Syirazi, al-Hafiz al-Baihaqi dan lain-lain. Kita semua tidak akan
menemukan satu fakta pun yang menyatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan
al-Asy`ari meninggalkan mazhab yang dihidupkan kembali olehnya yaitu
Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, sehingga tidak rasional apabila golongan
Wahhabi/Salafi dakwaan mengatakan al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari
telah meninggalkan mazhabnya tanpa diketahui oleh para murid-muridnya
dan pendukungnya. Ini adalah kenyataan yang tidak masuk akal dan dusta
yang sama sekali jauh dari kebenaran.


Golongan Wahabi/Salafi gadungan ini
menyatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari meninggalkan mazhab
yang dirintiskan olehnya bersandarkan metodologi al-Imam Abu al-Hassan
al-Asy`ari di dalam kitabnya al-Ibanah `an Usul al-Diyanah dan sebagian
kitab-kitab lainnya yang mengikuti metodologi tafwidh berkaitan
sifat-sifat Allah di dalam al-Quran dan al-Sunnah. Metodologi tafwidh
ini adalah metodologi mayoritas ulama’-ulama’ Salaf al-Salih.
Berdasarkan hal ini, al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dianggap
 menyalahi atau meninggalkan metodologi Ibn Kullab yang tidak mengikuti
metodologi salaf sebagaimana yang di dakwa oleh golongan Wahabi ini.


Dari sini lahirlah sebuah pertanyaan,
apakah isi kitab al-Ibanah yang di dakwa sebagai mazhab Salaf
bertentangan dengan metodologi Ibn Kullab, atau dengan kata lain,
adakah Ibn Kullab bukan pengikut mazhab Salaf seperti yang ditulis oleh
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari di dalam kitab al-Ibanah? Pertanyaan
di atas membawa kepada kita untuk mengkaji kenyataan berikutnya.


KEDUA, APAKAH IBN KULLAB BUKAN ULAMA’ SALAF DAN AHL AL-SUNNAH WA AL-JAMA`AH ?


Setelah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari
meninggalkan faham Muktazilah, dia mengikuti metodologi Abdullah bin
Sa`id bin Kullab al-Qaththan al-Tamimi. Artikel tersebut telah menjadi
kesepakatan bagi kita dengan kelompok yang mengatakan bahwa pemikiran
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari melalui tiga fase, tetapi mereka
berbeda dengan kita, karena kita mengatakan bahawa metodologi Ibn
Kullab sebenarnya sama dengan metodologi Salaf, kerana Ibn Kullab
sendiri termasuk dalam kalangan tokoh ulama’ Ahl al-Sunnah Wa
al-Jama`ah yang mengikuti metodologi Salaf. Hal ini bisa dilihat dengan
memperhatikan pernyataan para ulama’ berikut ini.


Al-Imam Tajuddin al-Subki telah
berkata: “Bagaimanapun Ibn Kullab termasuk Ahl al-Sunnah, Aku melihat
al-Imam Dhiyauddin al-Khatib, ayah al-Imam Fakhruddin al-Razi,
menyebutkan Abdullah bin Said bin Kullab di dalam akhir kitabnya Ghayat
al-Maram fi `Ilm al-Kalam, berkata: “Di antara teologi Ahl al-Sunnah
pada masa khalifah al-Makmun adalah Abdullah bin Said al-Tamimi yang
telah mengalahkan Muktazilah di dalam majlis al-Makmun dan memalukan
mereka dengan hujjah-hujjahnya” (Al-Subki (t.t), Tabaqat al-Syafi`iyyah
al-Kubra, Dar Ihya’ al-Kutub, Beirut, ed Abdul Fattah Muhammad dan
Mahmud al-Tanahi, juz 2, hal. 300)


Al-Hafiz Ibn Asakir al-Dimasyqi
telah berkata: “Aku pernah membaca tulisan Ali ibn Baqa’ al-Warraq,
ahli hadits dari Mesir, berupa risalah yang ditulis oleh Abu Muhammad
Abdullah ibn Abi Zaid al-Qairawani, seorang ahli fiqih mazhab al-Maliki.
Dia adalah seorang tokoh terkemuka mazhab al-Imam Malik di Maghrib
(Maroko) pada zamannya. Risalah itu ditujukan kepada Ali ibn Ahmad ibn
Ismail al-Baghdadi al-Muktazili sebagai jawaban terhadap risalah yang
ditulisnya kepada kalangan pengikut mazhab Maliki di Qairawan kerana
telah memasukkan pandangan-pandangan Muktazilah. Risalah tersebut
sangat panjang sekali, dan sebagian jawaban yang ditulis oleh Ibn Abi
Zaid kepada ‘Ali bin Ahmad adalah sebagai berikut: Engkau telah
menisbahkan Ibn Kullab kepada bid`ah, padahal engkau tidak pernah
menceritakan satu pendapatpun dari Ibn Kullab yang membuktikan dia
memang layak disebut ahli bid`ah. Dan kami sama sekali tidak mengetahui
adanya orang (ulama ’) yang menisbahkan Ibn Kullab kepada bid`ah.
Justru fakta yang kami terima, Ibn Kullab adalah pengikut sunnah (ahl
al-Sunnah) yang melakukan bantahan terhadap Jahmiyyah dan pengikut ahli
bid`ah lainnya, dia adalah ‘Abdullah ibn Sa’id ibn Kullab
(al-Qaththan, wafat 240H)”. (Tabyin Kidzb al-Muftari oleh al-Hafiz Ibn
Asakir(1347H) tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, Maktabah al-Azhariyyah
li at-Turats, cet.1, 1420H, hal 298 – 299)


Data sejarah yang disampaikan oleh
al-Hafiz Ibn Asakir di atas adalah kesaksian yang sangat penting dari
ulama’ sekaliber al-Imam Ibn Abi Zaid al-Qairawani terhadap Ibn Kullab,
bahwa ia termasuk pengikut Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan bukan
pengikut ahli bid`ah.


Al-Hafiz al-Dzahabi telah
berkata: “Ibn Kullab adalah seorang tokoh ahli kalam (teologi – ilmu
yg berkaitan dengan ketuhanan) daerah Bashrah pada zamannya.”
Selanjutnya al-Dzahabi berkata: Ibn Kullab adalah ahli kalam yang
paling dekat kepada Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah bahkan ia adalah juru
debat ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah (terhadap Mu’tazilah). Ia mempunyai
karya diantaranya al-Shifat, Khalq al-Af’al dan al-Radd ‘ala
al-Mu’tazilah”. (Lihat Siyar A’lam al-Nubala, Maktabah al-Shafa, cet.1,
1424H, juz 7, hal 453)


Di dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala
yang ditahqiqkan oleh Syeikh Syuaib al-Arnauth, pernyataan al-Dzahabi
tersebut dipertegas oleh al-Syeikh Syuaib al-Arnauth dengan komentarnya
mengatakan: “Ibn Kullab adalah pemimpin dan rujukan Ahl al-Sunnah pada
masanya. Al-Imam al-Haramain menyebutkan di dalam kitabnya al-Irsyad
bahwa dia termasuk sahabat kami (mazhab al-Asy`ari)”. (Siyar A’lam
an-Nubala cetakan Muassasah al-Risalah (1994), Beirut, ed. Syuaib
al-Arnauth, juz 11, hal. 175)


Demikian pula al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani
menyatakan bahwa Ibn Kullab sebagai pengikut Salaf dalam hal
meninggalkan takwil terhadap ayat-ayat dan hadith-hadith mutasyabihat
yang berkaitan dengan sifat Allah. Mereka juga disebut dengan golongan
mufawwidhah (yang melakukan tafwidh).(Ibn Hajar al-`Asqalani(t.t.),
Lisan al-Mizan, Dar, al-Fikr, Beirut, juz 3, hal. 291)


Dari paparan di atas dapatlah
disimpulkan bahawa al-Imam Ibn Kullab termasuk dalam kalangan ulama’ Ahl
al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan konsisten dengan metodologi Salaf al-Salih
dalam pokok-pokok akidah dan keimanan. Mazhabnya menjadi inspirasi
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari (perintis mazhab al-Asy`ari).


Di sini mungkin ada yang bertanya apakah metodologi Ibn Kullab hanya diikuti oleh al-Imam al-Asy`ari?


Jawabannya adalah tidak. Metodologi Ibn
Kullab tidak hanya diikuti oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari saja,
akan tetapi diikuti juga oleh ulama’ besar seperti al-Imam al-Bukhari
yaitu pengarang Sahih al-Bukhari, kitab hadits yang menduduki peringkat
terbaik dalam segi kesahihannya. Dalam konteks ini, al-Hafiz Ibn Hajar
al-`Asqalani telah berkata :


“Al-Bukhari dalam semua yang
disajikannya berkaitan dengan penafsiran lafaz-lafaz yang gharib (aneh),
mengutipnya dari pakar-pakar bidang tersebut seperti Abu Ubaidah,
al-Nahzar bin Syumail, al-Farra’ dan lain-lain. Adapun kajian-kajian
fiqh, sebagian besar diambilnya dari al-Syafi’i, Abu Ubaid dan
semuanya. Sedangkan permasalahan-permasalahan teologi (ilmu kalam),
sebagian besar diambilnya dari al-Karrabisi, Ibn Kullab dan sesamanya”.
(Ibn Hajar al-`Asqalani (t.t), Syarh Sahih al-Bukhari, Salafiyyah,
Cairo, juz 1, hal. 293)


Pernyataan al-Hafiz Ibn Hajar
al-`Asqalani tersebut menyimpulkan bahwa al-Imam Abdullah bin Said bin
Kullab adalah Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang mengikuti metodologi
ulama’ Salaf, oleh karena itu dia juga diikuti oleh al-Imam al-Bukhari,
Abu al-Hassan al-Asy`ari dan lain-lain.


Di sini mungkin ada yang bertanya,
apabila Ibn Kullab termasuk salah seorang tokoh ulama’ Salaf dan
mengikuti Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, beliau (Ibn Kullab) juga diikuti
oleh banyak ulama’ seperti al-Imam al-Bukhari dan lain-lain, lalu
mengapa Ibn Kullab dituduh menyimpang dari metodologi  Salaf atau Ahl
al-Sunnah Wa al-Jama`ah?


Hal tersebut sebenarnya datang dari satu
persoalan, yaitu tentang pendapat apakah bacaan seseorang terhadap
al-Quran termasuk makhluk atau tidak. Al-Imam Ahmad bin Hanbal dan
pengikutnya berpandangan untuk tidak menetapkan apakah bacaan seseorang
terhadap al-Quran itu makhluk atau bukan. Menurut al-Imam Ahmad bin
Hanbal, pandangan bahwa bacaan seseorang terhadap al-Quran termasuk
makhluk adalah bid`ah. Sementara al-Karabisi, Ibn Kullab, al-Muhasibi,
al-Qalanisi, al-Bukhari, Muslim dan lain-lain berpandangan tegas, bahwa
bacaan seseorang terhadap al-Quran adalah makhluk. Berangkat dari
perbedaan pandangan tersebut akhirnya kelompok al-Imam Ahmad bin Hanbal
menganggap kelompok Ibn Kullab termasuk ahli bid`ah, meskipun
sebenarnya kebenaran dalam hal tersebut berada di pihak Ibn Kullab dan
kelompoknya. Dalam konteks ini al-Hafiz al-Zahabi telah berkata :


“Tidak diragukan lagi bahwa pandangan
yang dibuat dan ditegaskan oleh al-Karabisi tentang masalah pelafazan
al-Quran (oleh pembacanya) dan bahwa hal itu adalah makhluk, adalah
pendapat yang benar. Akan tetapi al-Imam Ahmad enggan membicarakannya
karena khawatir membawa kepada pandangan kemakhlukan al-Quran. Sehingga
al-Imam Ahmad lebih cenderung menutup pintu tersebut rapat-rapat”.
(Al-Dzahabi(1994), Siyar A`lam al-Nubala, Muassasah al-Risalah, Beirut,
ed, Syuaib al-Arnauth, juz 12, hal. 82 dan juga juz 11, hal. 510)


Dari paparan di atas dapat disimpulkan
bahwa Ibn Kullab bukanlah ulama’ yang menyimpang dari metodologi Salaf
yang mengikuti faham Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, sehingga mazhabnya
juga diikuti oleh al-Imam al-Bukhari, al-Asy`ari dan lain-lain.
Sekarang apabila demikian, dari mana asal-usul pendapat bahawa al-Imam
Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan mazhab dan
pendapat-pendapatnya yang mengikuti Ibn Kullab?


Pertanyaan ini mengajak kita untuk mengkaji artikel yang terakhir berikut ini.


KETIGA, KITAB AL-IBANAH ‘AN USUL AL-DIYANAH


Kitab al-Ibanah `an Usul al-Diyanah di
dakwa sebagai hujjah bagi golongan yang mengatakan bahawa pemikiran
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari melalui tiga fase perkembangan di
dalam kehidupannya. Memang harus diakui, bahwa al-Imam Abu al-Hassan
al-Asy`ari di dalam kitab al-Ibanah dan sebagian kitab-kitab yang lain
juga dinisbahkan terhadapnya mengikuti metodologi yang berbeda dengan
kitab-kitab yang pernah dikarang olehnya. Di dalam kitab al-Ibanah,
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari mengikuti metodologi tafwidh yang
diikuti oleh mayoritas ulama’ Salaf berkaitan dengan ayat-ayat
mutasyabihat. Berdasarkan hal ini, sebagian golongan memahami bahwa
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari sebenarnya telah meninggalkan
mazhabnya yang kedua yaitu mazhab Ibn Kullab, dan kini beralih kepada
metodologi Salaf.


Di atas telah kami paparkan, bahawa Ibn
Kullab bukanlah ahli agama yang menyalahi ulama’ Salaf. Bahkan dia
termasuk dalam kalangan ulama’ Salaf dan konsisten mengikuti metodologi
tafwidh sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Hafiz Ibn Hajar
al-`Asqalani di dalam kitabnya Lisan al-Mizan. Paparan di atas
sebenarnya telah cukup untuk membatalkan dakwaan yang mengatakan bahawa
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari meninggalkan metodologi Ibn Kullab dan
berpindah ke metodologi Salaf, kerana Ibn Kullab sendiri termasuk
dalam kalangan ulama’ Salaf yang konsisten dengan metodologi Salaf.


Oleh itu, bagaimana dengan kitab
al-Ibanah yang menjadi dasar kepada kelompok yang mengatakan bahwa
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan pendapatnya yang
mengikuti Ibn Kullab?


Di sini, dapatlah kita ketahui bahawa kitab al-Ibanah yang asli
telah membatalkan kenyataan golongan Wahhabi yang mengatakan bahwa
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan pendapatnya yang
mengikuti Ibn Kullab, karena kitab al-Ibanah di tulis untuk mengikuti
 metodologi Ibn Kullab, sehingga tidak mungkin  dakwaan yang mengatakan
bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan pendapat
tersebut. Ada beberapa fakta sejarah yang mengatakan bahwa al-Imam Abu
al-Hassan al-Asy`ari menulis kitab al-Ibanah dengan mengikut metodologi
Ibn Kullab, kenyataan ini disebut oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani
di dalam kitabnya Lisan al-Mizan yaitu :


“Metodologi Ibn Kullab diikuti oleh al-Asy`ari di dalam kitab
al-Ibanah”. (Ibn Hajar al-`Asqalani(t.t.), Lisan al-Mizan, Dar,
al-Fikr, Beirut, juz 3, hal. 291)


Pernyataan al-Hafiz Ibn Hajar
al-`Asqalani ini menambah keyakinan kita bahwa Ibn Kullab konsisten
dengan metodologi Salaf al-Salih dan termasuk ulama’ mereka, karena
kitab al-Ibanah yang dikarang oleh  al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari
pada akhir hayatnya dan mengikuti metodologi Salaf, juga mengikuti
metodologi Ibn Kullab. Hal ini membawa kepada kesimpulan bahawa
metodologi Salaf dan metodologi Ibn Kullab ADALAH SAMA, dan itulah yang diikuti oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari setelah keluar dari Muktazilah.


Dengan demikian, kenyataan al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani tersebut juga telah membatalkan dakwaan golongan Wahhabi
melalui kenyataan mereka yang mengatakan bahwa pemikiran al-Imam Abu
al-Hassan al-Asy`ari mengalami tiga fase perkembangan. Bahkan kenyataan
tersebut dapat menguatkan lagi kenyataan yang menyatakan bahwa
pemikiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari hanya mengalami dua fase
perkembangan saja, yaitu fase ketika mengikuti faham Muktazilah dan
fase kembalinya al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari kepada metodologi Ahl
al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang sebenarnya sebagaimana yang diikuti oleh
Ibn Kullab, al-Muhasibi, al-Qalanisi, al-Karabisi, al-Bukhari, Muslim,
Abu Tsaury, al-Tabari dan lain-lain. Dalam fase kedua ini al-Imam Abu
al-Hassan al-Asy`ari mengarang kitab al-Ibanah.


Dalil lain yang menguatkan lagi bahwa
kitab al-Ibanah yang dikarang oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari
sesuai dengan mengikut metodologi Ibn Kullab adalah fakta sejarah,
kerana al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari pernah menunjukkan kitab
al-Ibanah tersebut kepada sebagian ulama’ Hanabilah di Baghdad yang
sangat menitik beratkan tentang fakta, mereka telah menolak kitab
al-Ibanah tersebut karena tidak setuju terhadap metodologi al-Imam Abu
al-Hassan al-Asy`ari. Di dalam hal ini, al-Hafiz al-Zahabi telah berkata
:


“Ketika al-Asy`ari datang ke Baghdad,
dia mendatangi Abu Muhammad al-Barbahari (ketua mazhab Hanbali) dan
berkata : Aku telah membantah al-Jubba’i. Aku telah membantah Majusi.
Aku telah membantah Kristen. Abu Muhammad menjawab, Aku tidak mengerti
maksud perkataanmu dan aku tidak mengenal kecuali apa yang dikatakan
oleh al-Imam Ahmad. Kemudian al-Asy`ari pergi dan menulis kitab
al-Ibanah. Ternyata al-Barbahari tetap tidak menerima al-Asy`ari”.
(Al-Dzahabi(1994), Siyar A`lam al-Nubala, Muassasah al-Risalah, Beirut,
ed, Syuaib al-Arnauth, juz 12, hal. 82 dan juga juz 15, hal. 90 dan
Cetakan Maktabah al-Shafâ, cet.1, 1424H, vol.9, hal.372; Ibn Abi Ya’la
al-Farra’(t.t.) Tabaqat al-Hanabilah, Salafiyyah, Cairo, ed. Hamid
al-Faqi, juz 2, hal. 18)


Fakta sejarah di atas menyimpulkan,
bahwa al-Barbahari mewakili kelompok Hanabilah  tidak menerima konsep
yang ditawarkan oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari. Kemudian al-Imam
Abu al-Hassan al-Asy`ari menulis kitab al-Ibanah dan diajukan kepada
al-Barbahari, ternyata ditolaknya juga. Hal ini menjadi bukti bahwa
al-Ibanah yang asli ditulis oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari tidak
sama dengan kitab al-Ibanah yang kini diikuti oleh golongan Wahhabi.
Kitab al-Ibanah yang asli sebenarnya mengikut metodologi Ibn Kullab.


Perlu diketahui pula, bahwa sebelum fase
al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari, kelompok Hanabilah yang cenderung
kepada penelitian fakta itu telah menolak metodologi yang ditawarkan
oleh Ibn Kullab, al-Bukhari, Muslim, Abu Tsaury, al-Tabari dan
lain-lain berkaitan dengan MASALAH BACAAN SESEORANG TERHADAP AL-QURAN APAKAH TERMASUK MAKHLUK ATAU BUKAN.


Sekarang, apabila kitab al-Ibanah yang
asli sesuai dengan metodologi Ibn Kullab, lalu bagaimana dengan kitab
al-Ibanah yang tersebar dewasa ini yang menjadi dasar kaum Wahhabi
untuk mendakwa bahwa al-Asy`ari telah membuang mazhabnya ?


Berdasarkan kajian yang mendalam, para
pakar telah membuat kesimpulan bahwa kitab al-Ibanah yang dinisbahkan
kepada al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari tersebut telah tersebar dewasa
ini penuh dengan tahrif/distorsi, pengurangan dan penambahan. Terutama
kitab al-Ibanah yang diterbitkan di Saudi Arabia dan ditahqiqkan oleh
ulama Wahhabi. Untuk melihat bukti tahrif/distorsi yang dilakukan oleh
kalangan Wahabi baca artikel ini: https://aswajacentre.blogspot.com/2020/09/bukti-kitab-al-ibanah-imam-abu-hasan-al.html


Benar-benar wahabi memang sengaja MENYEBAR TIPU DAYA dan FITNAH pada semua umat Islam di dunia


Semoga setelah membaca dengan pelan-pelan, pikiran terbuka, tanpa ada emosi dan mengutamakan SIKAP OBYEKTIF, kita bisa lebih waspada akan apa-apa yang disampaikan oleh kaum salafy wahabi ini.


Semoga bermanfaat.

0 Comments:

Post a Comment

 
Design by Blogger Themes | Bloggerized by Admin | free samples without surveys